Kamis, 01 Juni 2017

MAKALAH ETIKA BISNIS PELANGGARAN ETIKA BISNIS “KORUPSI” PADA PERUSAHAAN LISTRIK, GAS, dan AIR


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI  
  • Pengertian Korupsi
Korupsi adalah tindakan pejabat public, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan public yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dalam asrti luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
·         Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos yang artinya kebiasaan/adat istiadat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan pengertian Etika Bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkosentrasi pada standar moral, sebagaimana diterapkan dalam kebajikan institusi dan perilaku bisnis. (Velasquez, 2005)
·         Hubungan antar Korupsi dengan Etika Bisnis
Praktek korupsi yang banyak terjadi merupakan salah satu dari pelanggaran etika bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa praketk korupsi adalah tindakan bermoral dan tidak beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
2.2  KASUS
  1. Kasus korupsi di perusahaan listrik (PLN)
§  Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”
Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan mantan Menteri BUMN dan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik menyatakan bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman, dalam jumpa pers pada Jumat (5/6) sore. Menurut Kepala Kejati Jakarta, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut.
Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara saat kasus dugaan korupsi ini terjadi. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Dahlan Iskan telah diperiksa oleh tim penyidik kejaksaan pada Kamis (04/06) dan dilanjutkan pada Jumat (05/06) ini. Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka, Dahlan Iskan tidak ditahan. Pekan depan, dia akan kembali diperiksa oleh Kejati.
§  Tanggapan Dahlan Iskan
Usai diperiksa, Dahlan tidak bersedia menanggapi pertanyaan wartawan tentang status tersangka atas dirinya. “Tanya jaksa,” katanya seraya tertawa dan menuju kendaraan pribadinya. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik menyatakan bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman.
Sejauh ini Kejaksaan telah menetapkan 15 tersangka, dan sembilan orang di antara mereka adalah petinggi PLN cabang Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta para petinggi rekanan.  Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek senilai Rp1,06 triliun ini.
§  Akhir dari Kasus “Dahlan Iskan”
BPKP dalam auditnya menyebutkan bahwa proyek tersebut diduga merugikan negara sebesar Rp 33 miliar. Menurut Kejaksaan, penyimpangan ditemukan antara lain ketika penandatanganan kontrak pembangunan gardu induk pada 2011, tetapi lahannya belum dibebaskan. Hingga tenggat proyek berakhir pada 2013, hanya lima gardu yang dapat dibangun oleh pihak rekanan PT PLN. Dahlan Iskan merupakan figur keempat dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang ditetapkan tersangka terkait korupsi. Sebelumnya ada tiga sosok yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mereka masih menjabat menteri, yakni Menpora Andi Alfian MallarangengMenteri Agama Suryadharma Ali, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.
§  Analisis Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”
1.      Pengertian Korupsi Berdasarkan Kasus
Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain). menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.
David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara lain menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.
Dari analisa saya pada kasus “Dahlan Iskan” ini, pengertiannya sesuai dengan dua pengertian diatas, yang menyatakan bahwa ia melanggar aturan atau tugas dengan menggunakan jabatannya yang tinggi untuk suatu keuntungan untuk dirinya atau ada pihak lainnya mungkin, dan juga tindakan korupsi “Dahlan Iskan” ini merupakan tindakan yang memanipulasi bidang pembangunan yang menyangkut kepentingan umum.
  1. Jenis dan Tipe Korupsi Berdasarkan Kasus
Benveniste Tipe Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Analisa dari kasus korupsi “Dahlan Iskan” ialah termasuk dalam jenis dan tipe “Mercenery Corruption“, dimana ia memang sengaja melakukan tindak pidana korupsi untuk keuntungan pribadi dengan menggunakan wewenang dan kekuasaan ia sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi.
  1. Faktor Penyebab Korupsi Berdasarkan Kasus
Gone Theorfaktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi secara umum:
1.      Greeds (Keserakahan), dari kasus “Dahlan Iskan”, juga bisa saja karna faktor keserakahan yang ada dalam dirinya, sehingga ia melakukan tindak korupsi tersebut.
2.      Opportunities (Kesempatan), dengan jabatannya yang tinggi ini, ia menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan, dan itu merupakan suatu yang bisa menjadi kesempatan atau peluang bagi siapa saja untuk melakukan tindak pidana korupsi.
3.      Needs (Kebutuhan), demi memenuhi kebutuhannya sehingga ia melakukan tindak korupsi tersebut karena keadaan dan kesempatan yang ada.
4.      Exposures (Pengungkapan)

  1. Kasus korupsi di perusahaan gas (PGN)
Bareskrim Polri akhirnya menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kondensat (Minyak Mentah) PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) - SKK Migas. Kedua tersangka itu adalah mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono, dan mantan Deputi Finansial BP Migas, Djoko Harsono.
Selain Raden Priyono dan Djoko Harsono, Bareskrim juga telah menetapkan mantan pemilik PT TPPI Honggo Wendratno sebagai tersangka. Namun, yang bersangkutan hingga kini masih berada di Singapura karena alasan sakit. 
Dalam perjalanan penyidikan kasus ini, Bareskrim menemukan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi, diantaranya adalah proses penunjukan langsung BP Migas kepada PT TPPI untuk menjual kondensat. Selain itu, Bareskrim juga menemukan penyimpangan berupa perintah lifting Kondensat dari BP Migas kepada PT TPPI tanpa adanya jaminan pembayaran dan Seller Appointment Agreement (SAA).
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah ditetapkan pada 20 Januari 2016, ditemukan fakta bahwa PT TPPI telah melakukan lifting Kondensat sebanyak 33.089.400 barrel dalam kurun waktu 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011.
Berdasarkan hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN), liftingKondensat oleh PT TPPI tersebut memiliki nilai USD 2,716,85 ,655.37 atau sekitar Rp35 Triliun. Tindakan BP Migas dan PT TPPI ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Surat Keputusan (SK) Kepala BP Migas tanggal 15 April 2003 tentang
Tata Cara Penunjukan Penjual Kondensat Bagian Negara. Tak hanya itu, Bareskrim juga menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan hasil lifting Kondensat. Berdasarkan hasil penyidikan, PT TPPI ternyata tidak memproduksi Migas Ron 88 (bensin jenis premium) dan tidak menjual hasil olahan Kondensat-nya kepada PT Pertamina.

Bagaimana Korupsi Ini Bisa Menggurita dan Merugikan Negara Hingga Rp35 Triliun?
Semua ini bermula dari sebuah perusahaan bernama Tuban Petro Indonesia (PT TPI). Seperti diketahui, PT TPI  memiliki beberapa anak perusahaan PT TPPI, PT Polytama Propindo dan PT Petro Oxo Nusantara (PT PON).
Berdasarkan hasil audit investigasi BPK akhirnya diketahui bahwasannya, TPPI selama ini telah memproduksi Mogas Ron 88 (Premium) dan tidak menjual hasil olahannya kepada PT Pertamina. PT TPPI sendiri mengakui hal ini dengan alasan Pertamina tidak mau menerima produk hasil olahan mereka. Di sisi lain, Pertamina menolak pembelian tersebut dengan alasan set off dengan hutang PT TPPI meski ditawarkan dengan harga jual 1,2 persen di atas harga MOPS.
Dalam kasus ini, Pertamina diduga kongkalikong dengan pemilik PT TPPI yakni Honggo Wendratmo dimana Pertamina ternyata memilih impor Mogas ke Singapura meski harga dipasaran saat itu 3 persen di atas MOPS. Mengapa Pertamina memilih skenario impor Migas yang lebih mahal dan dimana kongkalikongnya dengan Honggo? Untuk menjawabnya, maka perlu dilihat apa yang sebenarnya diproduksi oleh PT TPPI.
Seperti diketahui, selain memproduksi Mogas, PT TPPI juga memproduksi bahan aromatik yang lebih dikenal dengan nama Naphtha. Produk Naphta ini jika di-blend atau diolah di kilang milik PT TPPI di Tuban, Jawa Timur bisa menjadi bensin premium. Meski demikian, PT TPPI memilih untuk mengekspor Naphtha dari hasil kondensat ke luar negeri.
 Perusahaan yang disasar sebagai pembeli juga merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Honggo, yakni Java Energy Resourches (Pte) Limited (Singapura)  PT Vitol (Singapura), Polytama International BV (Belanda).
Selain itu, Honggo juga diduga bekerjasama dengan mafia Migas Riza Chalid karena berdasarkan hasil audit investigasi BPK ditemukan ekspor hasil Naphtha ke salah satu perusahaan di British Virgin Island (BVI). Berdasarkan penelusuran, penolakan Pertamina untuk menerima hasil olahan Kondensat PT TPPI ini tak lepas dari permainan dibalik layar Riza Chalid dengan Petral.
Dugaan ini menguat setelah ditemukan adanya aliran uang dari sejumlah perusahaan Riza Chalid di BVI ke beberapa rekening anak perusahaan Honggo di Singapura. Berbicara soal keberadaan Polytama International BV ini, pembaca sebaiknya mengerti jika perusahaan migas yang berada di Belanda ini sebenarnya milik Honggo. Polytama International BV adalah anak perusahaan Polytama Propindo yang beberapa waktu lalu sempat digeledah Bareskrim ternyata mendapatkan hasil olahan kondensat dari PT TPPI. PT Polytama Propindo yang dipimpin Agus Sugiono (rekan Honggo di Indonesia) diketahui telah  mengekspor hasil olahan kondensat TPPI ke Polytama International BV yang dipimpin Russel J Kelly.  
Berdasarkan penelusuran, ternyata Russel J Kelly ini tak jauh-jauh amat kaitannya dengan Honggo dan Agus Sugiono karena ternyata yang bersangkutan juga menjadi salah satu direksi di PT Tuban LPG Indonesia (PT TLI) yang 100 persen sahamnya dimiliki Honggo.
Berdasarkan audit Investigasi BPK, ternyata ditemukan data jika PT TLI milik Honggo yang dikelola oleh Russel J Kelly ini mendapatkan hasil residu atau sisa pengolahan kondensat berupa LPG. Residu kondensat inilah yang kemudian diolah oleh PT TLI dan menghasilkan gas elpiji dengan keuntungan triliunan rupiah namun tidak disetorkan ke negara. Bisa dikatakan, kerugian negara seharusnya lebih dari Rp35 Trilun jika hasil penjualan gas elpiji milik PT TLI ini yang seharusnya masuk ke kas negara juga dihitung.
Akhir kata, memang tak mudah mengungkap gurita korupsi migas di Indonesia. Namun jika Bareskrim mau menelusuri hingga detail kemana produk olahan kondensat ini mengalir, maka akan terungkap jelas bagaimana Honggo beserta konco-konconya ini berhasil menilap triliunan rupiah pundi-pundi pemerintah Indonesia.
Selain itu, Bareskrim juga bisa menelusuri aliran uang PT.TPPI ke sejumlah anak perusahaannya di Indonesia maupun di luar negeri. Bukan tidak mungkin, sejumlah mafia migas yang selama ini tidak terlihat bakal terungkap ke public.

  1. Kasus korupsi di perusahaan air (PDAM)
Mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Solo, Singgih Triwibowo, diputus bersalah dan harus menjalani hukuman satu tahun penjara. Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang juga menganjar Singgih denda Rp50 juta atau kurungan penjara 1 bulan.
Kasi Intel Kejari Solo, M. Rosyidin, mengatakan sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (4/2/2016), lalu menyatakan Singgih terbukti bersalah dan meyakinkan telah menerima gratifikasi senilai Rp200 juta. Uang pelicin itu didapatkan dari rekanan pemenang lelang proyek pengadaan pompa air dan zat pelarut air pada 2013-2014 lalu. Selain itu, Singgih tak melaporkan uang pemberian rekanan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga hal ini melanggar UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Uang gratifikasi tersebut diberikan oleh rekanan kepada Singgih dengan cara menyisihkan sebagian uang waktu pengadaan barang. Hal inilah yang diduga membuat kualitas proyek menurun.
“Tuntutan jaksa 1,5 tahun. Namun, hakim memberi putusan 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan penjara. Kami menyatakan pikir-pikir,” ujarnya kepada Solopos.com, Jumat (5/2/2016).
Dari uang Rp200 juta yang telah digunakan, Kejari Solo juga menyita sisa uang gratifikasi dalam kasus tersebut senilai Rp75 juta. Uang yang menjadi barang bukti tersebut selanjutnya akan diserahkan kepada negara.
Hal-hal yang memberatkan hukuman Singgih ialah yang bersangkutan tak mendukung program pemberantasan korupsi. Padahal, dia adalah seorang leader atau kepala sebuah instansi PDAM.
Sementara hal-hal yang dianggap meringankan ialah terdakwa berlaku sopan, belum pernah terjerat kasus sebelumnya, dan dianggap kooperatif.
Seperti diketahui, sejak ditetapkan menjadi tersangka pertengahan Mei 2015 lalu, Singgih hanya menjalani tahanan kota. Singgih masih bisa beraktivitas seperti biasa sebagai Dirut PDAM kala itu. Singgih sengaja tak ditahan Kejari lantaran dinilai cukup kooperatif.


KESIMPULAN
Dari banyak kasus korupsi yang terjadi didunia ini khususnya di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa tindak korupsi itu adalah bagaimana orang-orang tersebut memiliki kesadaran, dan sejauh mana mereka mengatasi dan bekerja sesuai dengan tugasnya. Yang tidak akan merugikan masyarakat luas diluar sana yang masih membutuhkan kinerja para pejabat tinggi yang jujur, dan dengan ikhlas mengerjakan tugasnya tanpa mengharap keuntungan lain selain gaji atau bayaran nya yang sesuai dengan jabatan dan kinerjanya


DAFTAR PUSTAKA
Zachrie, Ridwan, dan Wijayanto. 2010.  Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fahmi, Irham. 2013. Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar